Jogja, Komedi, dan Laju Kopi.

Gilang Indana
2 min readMay 21, 2021

--

“ —mengenal lebih jauh Yogyakarta melalui guyonan dan banyolan.”

Cari di Google, pake keyword ‘jogja black n white’.

Buat pembaca, ada disclaimer dulu nih. Tulisan ini bukan berisi tentang romantisasi Yogyakarta atau segala macem penggambaran yang menggunakan diksi-diksi ke-sastra-an. Tulisan ini pure pengalaman penulis tentang bagaimana dirinya memahami Yogyakarta. Hahaha!

Jogja, bagi sebagian orang eh sebagian besar orang-orang maksudnya, adalah tempat yang katanya syarat akan nuansa kenangan, atau berisi tentang ingatan-ingatan romansa Jalanan Malioboro, atau juga ungkapan khas bahwa Jogja itu 1% Angkringan 99% Kenangan, fiuh. Ditambah lagi, semakin banyak-nya lagu-lagu bernuansa Jogja yang mulai bermunculan. Generasi ‘lama’ yang mengenal Jogja melalui hits Kla Project berjudul ‘Yogyakarta’, pun generasi yang katanya millenial tambah mengenal Jogja melalui hits Adhitia Sofyan berjudul ‘Sesuatu di Jogja’.

Tapi bagi saya, Jogja bukan tempat yang syarat akan kenangan, atau terkait dengan kata ‘pulang’. Melainkan, Jogja adalah tempat yang penuh dengan hal-hal lucu dan melucui bahkan. Hal ini, ditengarai terjadi saat pertama kali mendengar Podcast Mukti Metronom di platform Spotify. Bagi kalian yang masih asing dengan podcast itu, cobalah dengar sesekali. Guyonan dan banyolan tentang Jogja selalu terselip dan diselipkan pada setiap episode-nya. Termasuk diksi terakhir dari judul tulisan ini, ‘Laju Kopi’.

Mungkin, buat kalian yang pernah main ke Jogja atau liburan ke sana, pasti agak asing dengan nama kopi-kopian satu ini. Ya mungkin namanya tidak sepamor Filosofi Kopi Jogja, atau Tempo Gelato yang jadi tempat nongkrong yang wajib didatangi oleh turis. Tetapi, bagi sebagian anak muda di Jogja, Laju Kopi ialah tempat nongkrong yang syarat anak-anak millenial. Bagaimana saya bisa tahu? Ya karena Podcast itu tadi. Di salah satu episode berjudul ‘Dikotomi Fashion’, dijelaskan bagaimana Mukti Entut dan Yusril Fahriza menjelaskan bagaimana deskripsi pengunjung Laju Kopi dari kendaraan yang mereka parkir, gaya pakaian yang mereka gunakan saat nongkrong, dan letak tempat duduk mereka saat nongkrong di Laju Kopi. Tentunya, dibalut dengan komedi khas mereka berdua dengan perbandingan tempat-tempat nongkrong lain di Jogja dan tentu saja klasifikasi sista-sista khas ala Mukti Entut yang relate dengan keseharian kita.

Jujur, jika saya berkesempatan untuk main ke Jogja lagi. Mungkin Laju Kopi adalah salah satu tempat yang bakal wajib untuk dikunjungi hahaha.

Sebenarnya, nggak hanya Laju Kopi aja. Masih banyak hal-hal yang mereka bahas mengenai seputaran Jogja yang mungkin banyak orang — dibaca turis tepatnya — belum tahu. Tempat-tempat seperti Semesta, Legend, Mato, juga tempat makanan seperti Sate Klatak Pak Pong, ataupun Olive Chicken yang cuma ada di Jogja. Bisa juga tempat-tempat di Condongcatur, Kotagede, ataupun Wirobrajan.

Yang jelas, menurut saya Jogja kui gak melulu soal romantisasi-romantisasi tok wae. Sing lucu yo wakeh kok! Sekali lagi, iki menurutku lho yo. Semisal kalian-kalian suka Jogja yang diromantisasi yo rapopo kok.

Sekian, Gracias!

--

--